TERNYATA
SUAMIKU
(
3 BULAN TAK MEMANDANG WAJAHNYA )
Perkawinan itu telah berjalan
empat tahun, namun pasangan suami istri itu belum dikaruniai seorang anak. Dan
mulailah kanan kiri berbisik-bisik: “kok belum punya anak juga ya, masalahnya
di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?”. Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi
berisik.
Tanpa sepengetahuan siapa pun,
suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan melakukan
pemeriksaaan. Hasil lab mengatakan bahwa sang istri adalah seorang wanita yang
mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan
bagi sang istri untuk sembuh dalam arti tidak peluang baginya untuk hamil dan
mempunyai anak.Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi
wa inna ilaihi raji’un, lalu menyambungnya
dengan ucapan: Alhamdulillah.
dengan ucapan: Alhamdulillah.
Sang suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab
dan sama sekali tidak memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu
di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.Sang suami berkata
kepada sang dokter: “Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan
tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di
saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa.Kontan saja sang dokter menolak
dan terheran-heran.
Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, akhirnya
sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa masalah tidak
datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada sang istri.Sang
suami memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada
wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki ruang
dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan
mentelaahnya, dan kemudian ia berkata: “… Oooh, kamu –wahai fulan- yang mandul,
sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk
sembuh.Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa
inna ilaihi raji’un, dan terlihat pada raut wajahnya wajah seseorang yang
menyerah kepada qadha dan qadar Allah SWT.
Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan secara
perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para
tetangga, kerabat dan sanak saudara.Lima (5) tahun berlalu dari peristiwa
tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya datanglah
detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata kepada
suaminya: “Wahai fulan, saya telah bersabar selama Sembilan (9) tahun, saya
tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua
orang berkata:” betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu yang terus setia
mendampingi suaminya selama Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari
suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan”.
Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi,
saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan
lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat
anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.Mendengar emosi sang istri yang
memuncak, sang suami berkata: “istriku, ini cobaan dari Allah SWT, kita mesti
bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …”. Singkatnya, bagi sang istri,
suaminya malah berceramah dihadapannya.Akhirnya sang istri berkata: “OK, saya
akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak
lebih”.Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga
Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.
Beberapa hari kemudian,
tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri
mengalami gagal ginjal.Mendengar keterangan tersebut, jatuhnya psikologis sang
istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya: “Semua ini
gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku
seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan
ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya kan … saya kan
…”.Sang istri pun bed rest di rumah sakit. Di saat yang genting itu, tiba-tiba
suaminya berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga
engkau baik-baik saja”.”Haah, pergi?”. Kata sang istri.”Ya, saya akan pergi
karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat”. Kata sang
suami.Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang
istri.
Maka disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi
pemasangan ginjal dari sang donatur.Saat itu sang istri teringat suaminya yang
pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami apa an dia itu, istrinya operasi, eh
dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang bedah operasi”.Operasi
berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah
pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.Ketahuilah bahwa sang donatur
itu tidak ada lain orang melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah
menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri,
tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia
tersebut.
Dan subhanallah …Setelah
Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri melahirkan anak. Maka
bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para tetangga.Suasana
rumah tangga kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan
S3-nya di sebuah fakultas syari’ah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di
sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan
mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari `Ashim.Pada suatu hari, sang suami
ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku
harian yang selama ini ia sembunyikan.
Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya. Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telpon istrinya dengan menangis pula.
Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya. Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telpon istrinya dengan menangis pula.
Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulanan, sang
istri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia berbicara
dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali.
(Diterjemahkan dari kisah
yang dituturkan oleh teman tokoh cerita ini, yang kemudian ia tulis dalam email
dan disebarkan kepada kawan-kawannya)
Sumber: Eramuslim.com