Sabtu, 25 Juni 2011

RIWAYAT HIDUP AT THABARI

Ibnu Jarir at-Tabari adalah seorang ahli tafsir terkenal dan sejarawan terkemuka.[1] Nama lengkap at-Tabari adalah Abu Ja’far Muhammad Ibnu Ja’far Ibnu Yazid Ibnu Kas|ir.[2] Ibnu Ghalib at-Tabari (selanjutnya disebut dengan at-Tabari). Ia di lahirkan di Amul ibu kota T{abaristan,[3] kota ini merupakan salah satu propinsi di Persia dan terletak di sebelah utara gunung Alburz, selatan laut Qazwin.[4] Pada tahun 224/225H atau sekitar tahun 839-840.[5]ketidakpastian tahun kelahirannya disebabkan sistem penanggalan tradisional saat itu menggunakan kejadian-kejadian besar dan bukan dengan angka. Ia memperoleh gelar Abu Ja’far sebagai tanda penghormatan atas kepribadiannya yang sesuai dengan tradisi orang-orang yang menggelari para pemuka dan para pemimpin mereka. Sedangkan kata Ja’far merupakan sebutan bagi sungai yang besar dan luas.[6]


At-Tabari hidup pada masa Islam berada dalam kemajuan dan kesuksesan dalam bidang pemikiran. Iklim seperti ini secara ilmiyah mendorongnya mencintai ilmu semenjak kecil. at-Tabari juga hidup dan berkembang dilingkungan keluarga yang memberikan perhatian besar terhadap masalah pendidikan terutama bidang keagamaan. Mengkaji dan menghafal al-Qur’an merupakan tradisi yang selalu ditanamkan dengan subur pada anak keturunan mereka termasuk at-Tabari.
Berkat motivasi dan pengarahan (terutama) dari ayahnya serta berbekal kecerdasan yang tinggi, pada usia tujuh tahun, at-Tabari muda sudah hafal al-Qur’an dan menjadi imam shalat serta menulis hadis saat umurnya belum genap sembilan tahun.[7] Isyarat akan kebesaran at-Tabari sebenarnya telah dirasakan oleh ayahnya. Suatu ketika ayahnya bermimpi bahwa Rasulullah menghampiri at-Tabari seraya memegang tangannya dan memberikan segenggam batu-batuan padanya, kemudian mimpi tersebut dita’birkan orang-orang bijak sebagai pertanda kesuksesan at-Tabari dikemudian hari.
Abu Ja’far at-Tabari (sebutan Abu Ja’far bukanlah penisbatan, sebagaimana budaya Arab tatkala menyebut nama seorang ayah dengan “Abu Fulan”. Abu Ja’far adalah panggilan kehormatan bagi at-Tabari karena kebesaran dan kemuliaannya. Ia tidak pernah mempunyai anak dan tidak pula menikahi seorang wanita, demikian sebagai cerminan dari sikapnya yang tidak ingin terjebak dalam kesenangan dunia).[8] Tumbuh sebagai seorang yang berakhlak mulia, memiliki integritas tinggi, zuhud, wara’, dan lebih mementingkan pemenuhan aspek spiritual dibanding material. Sepanjang hidupnya juga hanya dicurahkan untuk beribadah dan menuntut ilmu.
Seperti kebiasaan ulama’-ulama’ lain pada waktu itu, at-Tabari dalam menuntut ilmu pengetahuan mengadakan beberapa perjalanan ke berbagai daerah Islam. Di samping itu, letak pusat ilmu yang dipadati ulama’ berada jauh dari tempat tinggalnya, akhirnya setelah menempuh pendidikan di kota asalnya kemudian ia mengadakan perjalanan ilmiah ke berbagai wilayah negara Islam.
Kota pertama kali yang ditujunya adalah Ray, Iran, dan sekitarnya. Di sana ia mempelajari hadis dari Muhammad Ibnu Humaid al-Razi al-Mus|anna Ibnu Ibrahim al-Ibili. Dari daerah ini pula, ia berkesempatan belajar sejarah dari Muhammad Ibnu Ahmad ibnu Hammad al-Daulabi. Dan belajar fiqh dari Abi Muqatil. Selanjutnya, ia menuju Bagdad untuk belajar kepada Ahmad bin Hanbal, tapi ketika ia sampai ke sana, Ahmad bin Hanbal sudah wafat (w. 855). Maka ia mengalihkan perjalanannya ke Bas}rah, akan tetapi, sebelumnya mampir dulu ke was}i>t untuk mendengarkan beberapa kuliah. Kemudian ia pergi ke Kufah. Di kota ini ia mengambil qira’at dari Sulaiman al-Tulh}i dan hadis dari sekelompok jama’ah yang diperoleh dari Ibrahim Abu Kuraib Muhammad Ibnu al-A’la al-Hamdani, salah seorang ulama’ besar hadis|. Ia mendengar hadis dari Abu Kuraib lebih dari seratus ribu hadis.
At-Tabari terkenal sebagai seorang yang rendah hati dan pemberani dalam mengemukakan sesuatu yang diyakininya. Beliau juga seorang ‘alim, oleh karena itu masyarakat sekelilingnya selalu memberinya hadiah, akan tetapi selalu ditolak, kecuali jika ia tahu bahwa ia sanggup memberikan imbalan yang setimpal dengannya.
Demikianlah perjalanan keilmuan at-Tabari, disetiap tempat yang ia kunjungi selalu menjumpai ulama’-ulama’ besar dan mengambil ilmu dari mereka. tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu tertentu saja, akan tetapi, beberapa disiplin ilmu lain telah ia pelajari dan kuasai.
Karya-karya Ibnu Jarir at-Tabari
Dalam dunia ilmu pengetahuan, ia terkenal tekun mendalami bidang-bidang ilmu yang dimilikinya, juga gigih dalam menambah ilmu pengetahuan. Sehingga dengan itu, banyak bidang ilmu yang dikuasainya. Di samping itu, ia mampu menuangkan ilmu-ilmu yang dikuasainya ke dalam bentuk tulisan. Kitab-kitab karangannya mencakup berbagai disiplin ilmu, seperti tafsi>r, hadis|, fikih, tauhid, us}ul fikih, dan ilmu-ilmu bahasa Arab, juga ilmu kedokteran.[9] Akan tetapi, tidak diperoleh informasi yang pasti berapa banyak buku yang pernah ditulisnya, Karena karya-karya at-Tabari tidak semuanya sampai ke tangan kita sekarang. Diperkirakan banyak karyanya yang berkaitan dengan hukum lenyap bersamaan dengan lenyapnya Madzhab Jaririyah.[10]
Diantara karya-karyanya yang sampai pada kita adalah:
1.         Adab al-Mana>sik
2.         Tari>kh al-Umam wa al-Muluk atau kitab Ikhba>r ar-Rasu>l al-Muluk.[11]
3.         Ja>mi’ al-Baya>n ‘An Ta’wi>l An atau dikenal pula dengan Ja>mi’ al-Baya>n ‘An Tafsi>r An. Kitab ini dicetak menjadi 30 juz di Kairo pada tahun 1312 H. oleh al-Mathba’ah al-Maimunah, kemudian dicetak kembali yang lebih bagus oleh al-Mathba’ah al-Umairiyah antara tahun 1322-1330 H. sebagaimana yang diterbitkan oleh Dar al-Ma’a>rif Mesir edisi terbaru yang ditahqiq oleh Muhammad Mahmud Syakir menjadi 15 jilid.[12]
4.         Ikhtila>f Ulama’ al-Amsar f>i Ahka>m Syara’>i al-Isla>m. Manuskrip ini ditemukan diperpustakaan Berlin. Kitab tersebut telah disebarluaskan oleh Doktor Frederick  dan dicetak oleh percetakan al-Mausu’at di Mesir pada tahun 1320 H / 1902 M dengan jusul Ikhtilaf Fuqaha’.[13] Dan berjumlah 3000 lembar.[14]
5.         Tahdzi>b al-Asar  wa Tafsi>l al-Sabit ‘an Rasulillah min al-Akba>r, yang dinamakan oleh al-Qathi  dengan Syarh al-Asar.[15]
6.         al-Ja>mi’ f>i al-Qira’at
7.         Lati>f al-Qaul fi ahka>m al-Sura’>i al-Isla>m. Yang berjumlah 2500 lembar.[16]
8.         al-Basi>r (aw al-Tabs>ir) f>i Ulu>m al-Di>n.
9.         Kitab al-fadha>’il
10.      Kitab al-‘Adad wa al-tanzi>l
11.      al-Musnad al-Mujarrad
12.      Mukhtasar al-Fara>id
13.      Adab al-Nufu>s al-Jayyidah  wa al-Akhla>k  al-Nafi>sah, didalamnya tercakup beberapa   perkara seperti, sikap wara’, ikhlas, syukur, sombong, khusyu’, sabar, dan lain sebagainya. Kitab tersebut berjumlah 500 lembar, yang terdiri dari 4 juz. Kitab tersebut mulai ditulis tahun 310 H. dan sampai beliau wafat, kitab tersebut belum sempurna.[17]
14.      Sari>h al-Sunah. Kitab tersebut telah diedarkan di Bombay, India. Pada tahun 1277-1311 H.[18]
15.      Kitab Zail al-Muzail, menjelaskan tentang sejarah sahabat, tabi’in, tabi’at-tabi’in  sampai masa at-Tabari. Kitab tersebut berjumlah 1000 lembar.
16.      Kitab Adab al-Qudah.
17.      Kitab al-Radd ‘ala |zi al-Asa>taz|.
18.      Kitab al-Mufi>z} f>i al-Usu>l.
19.      Kitab Qira’at wa al-Tanzi>l al-Qur’an.
20.      Kitab Ulinnuha wa Ma’a>lim al-Huda.

Adapun sumber yang entah aslinya atau ndak, tapi yang jelas aku copas dari link dibawah ini




1.      Dewan Redaksi Departemen Agama, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Anda Utama, 1993), hlm. 1125. 
2.      Versi lain yang berasal dari Ibnu Nadim, Ibnu Khalikan dan Safadi menyebutkan bahwa kakek kedua at-Tabari bukan Ibnu Kasir Ibnu Ghalib, akan tetapi Khalid Ibnu Ghalib. Lihat Muhammad Bakr Isma’il, Ibnu Jarir Wa Manhajuhu> f>i al-Tafs>ir (Kairo: Dar al-Manar, 1991), hlm. 9.
3.      Sebuah kota yang banyak melahirkan ulama’ dan merupakan salah satu daerah tempat berkembangnya kebudayaan Islam waktu itu.
4.      Mustawa as-Sawi al-Juwaini, Manahij fi al-Tafsir (Iskandariyah: Mansu’at al-Ma’arif, t.tt), hlm. 301.
5.      Abi ‘Abdillah Yaqut al-Rumi al-Hamawi, Mu’jam al-Udaba>’ ( Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1991), cet.I. hlm. 242.
6.      Husain ‘Asi, Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir Tabari Wa Kitabuhu>  Tarikh al-Umam Wa al-Mulk (Beirut: Dar al-Kutb al-‘Ilmiyyah, 1992), Cet. I. hlm. 52.
7.      Al-Hamawi, Mu’jam…, hlm. 49.
8.      Bakr Isma’il, Ibnu Jarir., hlm. 10.
9.      Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 1997), Cet. 4. hlm. 1126.
10.   Pada awalnya, at-Tabari bermadzhab Syafi’, setelah mempelajari  dan meneliti lebih jauh ada ketidakcocokan dalam dirinya sehingga ia mendirikan madzhab sendiri, dan oleh pengikutnya disebut madzhab jaririyah. Hal itu terjadi setelah sepuluh tahun sekembalinya dari Mesir. Namun, madzhabnya semakin lama semakin surut penganutnya karena ajarannya dianggap bertentangan dengan madzhab syafi’i maupun Hanbali. Lihat at-Tabari,Tafsir Jami>’..,  hlm. 10
11.   Husain ‘Asi, Tarikh al..,  hlm.  70.
12.   Ibid, hlm. 71.
13.   Ibid, hlm. 72.
14.   Musthafa Shawi al-Juwaini, Mana>hij f>i al-Tafs>ir ( Iskandariyah: Mansya’ah al-Ma’arif, t.t), hlm. 312.
15.   Husain ‘Asi, Tarikh al.., hlm. 72.
16.   Ibid, hlm. 73.
17.   Ibid, hlm. 74.
18.   Ibid, hlm. 75.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar